Proyek Jembatan Sungai Selinsing APBD 2025 Senilai Rp 179 Juta Mangkrak: Nol Progres Fisik
Proyek pembangunan Jembatan Sungai Selinsing di Kecamatan Medang Kampai, Kota Dumai, kembali menuai tanda tanya besar. Lebih dari satu bulan proyek papan plang terpasang di lokasi, namun pekerjaan fisik tidak pernah terlihat dimulai. Ironisnya, papan informasi tersebut justru hilang setelah awak media melakukan pemantauan berkala. Situasi ini membuka ruang spekulasi: ada apa di balik proyek APBD 2025 senilai Rp179.644.878,32 tersebut?
Di lapangan, kondisi jembatan masih sama seperti sebelum papan rencana dipasang. Tidak ada alat mobilisasi yang berat, tidak ada persiapan lahan, tidak ada pondasi pekerjaan, bahkan tidak ada aktivitas sekecil apa pun yang mencerminkan dimulainya proyek dengan durasi 142 hari kalender itu. Fakta bahwa papan plang hilang semakin memperkuat dugaan adanya ketidaktertiban administrasi dan minimnya transparansi dari pihak yang bertanggung jawab.
Upaya konfirmasi kepada Kabid Bina Marga Dinas PUPR Kota Dumai, Dodi, berulang kali membahas jalan buntu. Nomor kontak pribadinya tidak aktif, sementara tiga kali kunjungan awak media ke kantor PUPR berakhir tanpa hasil. Menurut petugas keamanan, Dodi disebut sedang berada di Pekanbaru. Ketika media awak mencoba menghubungi asistennya, Fitri, jawaban yang diterima justru semakin kabur: “Bapak tidak masuk,” singkatnya.
Keterlibatan kontraktor pelaksana, CV. Baruna Mas, juga penuh misteri. Hingga kini, awak media belum berhasil memperoleh identitas penanggung jawab lapangan ataupun memastikan apakah kontraktor tersebut sudah menerima Surat Perintah Mulai Kerja (SPMK). Padahal SPMK adalah dokumen wajib yang menentukan kapan hitungan 142 hari kalender dimulai. Tanpa SPMK, proyek secara hukum tidak dapat berjalan. Namun di lapangan, ketidakhadiran kontraktor dan hilangnya papan informasi menunjukkan indikasi kuat bahwa proyek ini tersendat jauh sebelum langkah pertama diambil.
Jika proyek ini benar-benar sudah memasuki masa kontrak APBD 2025 dan SPMK telah diterbitkan, maka kondisi 0% progres fisik adalah deviasi fatal yang berpotensi menghambat kontraktor dan pejabat terkait pada jerat hukum. Berdasarkan regulasi pengadaan barang dan jasa, keterlambatan tanpa alasan sah adalah pelanggaran serius yang dapat menyebabkan denda keterlambatan harian hingga pemutusan kontrak. Jika lebih jauh terbukti adanya otoritas, laporan fiktif, atau kejahatan yang merugikan keuangan negara, pasal-pasal dalam UU Tipikor siap menjerat para pihak yang bermain api.
Sementara itu, masyarakat Pelintung, Medang Kampai, yang menantikan pembangunan jembatan sebagai akses vital, justru disuguhi drama panjang tanpa kepastian. Proyek strategi daerah seolah-olah dibiarkan menggantung tanpa komando. Pertanyaan publik pun semakin nyaring: apakah ini kelalaian, mismanajemen, atau ada kepentingan tersembunyi yang belum terungkap?
Hingga berita ini ditayangkan, Dinas PUPR Kota Dumai belum memberikan jawaban resmi. Baik Kabid Bina Marga, PPK, maupun pihak Konsultan Pengawas CV. AdlyTama Konsultan belum dapat dimintai pertanggungjawaban. Awak media menegaskan bahwa ruang klarifikasi dan hak jawab tetap terbuka bagi semua pihak yang disebutkan. Namun satu hal sudah jelas: proyek Jembatan Sungai Selinsing kini berada dalam sorotan tajam publik, dan setiap detik keterlambatan adalah catatan merah bagi pengelolaan anggaran daerah.
Ekspos investigatif ini akan terus berlanjut hingga terang benderang siapa yang lalai, siapa yang bertanggung jawab, dan siapa yang mencoba bermain di balik anggaran rakyat. Proyek ini bukan sekadar jembatan—ia adalah cermin integritas pemerintah Kota Dumai dalam mengelola uang negara. Jika jembatan tak kunjung dibangun, jangan salahkan publik jika mulai muncul dugaan: ada jembatan-jembatan lain yang sedang dibangun—jembatan kepentingan.



Komentar Via Facebook :