Mafia Solar SPBU 14.282.630 Jalan Imam Munandar, Puluhan Truk Pelangsir Antri Jalur Pompa 3

PEKANBARU – Jumat, 5 Desember 2025, sekira pukul 11.00 WIB. Sorotan kamera investigasi menangkap fakta mencengangkan di halaman SPBU Pertamina 14.282.630 yang berlokasi di Jalan Imam Munandar (Harapan Raya Ujung), Kelurahan Bencah Lesung, Kecamatan Tenayan Raya, Kota Pekanbaru.

 

 

 

 

Pada pompa nomor 3 pengisian Bio Solar subsidi, antrian kendaraan truk pelangsir terlihat rapi, tersusun, dan sistematis. Tidak ada keributan, tidak ada rebutan, tidak ada kemacetan—semuanya berjalan seperti sebuah operasi resmi. Namun, di balik kerapihan itu tersimpan kekacauan besar atas hak subsidi masyarakat.

 

 

 

 

 

 

 

Sebagian truk Colt Diesel tua, pikap, L300, minibus Panther, dan unit lain berjejer rapih menunggu giliran di seberang jalan SPBU, tidak menumpuk di area antrian resmi. Satu per satu bergiliran masuk—mengisi penuh, pergi, lalu muncul kembali kendaraan serupa dengan plat berbeda, namun bentuk dan cirinya sangat familiar.Semua tersistem. Semua terukur. Semua terkoordinasi. Semua bergerak dalam diam, seolah aktivitas ini halal dan legal.

 

 

 

 

 

 

 

Fakta ini memperkuat dugaan publik bahwa penyimpangan BBM subsidi Bio Solar berlangsung lama, masif, dan terstruktur. Pekanbaru, khususnya wilayah Tenayan Raya, seakan menjadi panggung operasi gelap mafia BBM yang memanfaatkan armada kendaraan bermuatan besar dengan dugaan tangki modifikasi sebagai wadah pengangkut.

 

 

 

 

 

 

 

Dugaan kuat mengarah pada keterlibatan pihak internal SPBU. Petugas dengan ringan menyebut kendaraan yang bolak-balik mengisi sebagai mobil umum, bukan pelangsir. Namun fakta lapangan membuktikan pola pengulangan berkali-kali dalam satu hari, menggunakan barcode dan waktu kedatangan yang telah diatur rapi.

 

Program MyPertamina dan Subsidi Tepat, yang seharusnya memutus rantai kecurangan, justru berhasil dimanipulasi demi keuntungan kelompok tertentu.

 

 

 

 

 

 

 

Kabar ini bukan isapan jempol. SPBU 14.282.630 yang dikelola PT LG Hapil Perkasa telah menjadi subjek laporan resmi ke PT Pertamina dan Polda Riau oleh LSM Berantas pada April dan Mei 2025—terkait dugaan penyalahgunaan BBM subsidi jenis Solar.Namun hingga kini, belum terlihat tindakan tegas dari lembaga berwenang.

 

 

 

 

 

 

 

Pertanyaan publik semakin tajam dan menyesak dada: Mengapa tindak pidana murni ini seolah jauh dari ancaman hukum?Siapa yang melindungi mereka?Kekuatan apa yang membuat mereka tidak menunjukkan sedikit pun rasa takut?

 

 

 

 

Padahal ancaman pidana sudah sangat jelas.Pasal 55 Undang-Undang No. 22 Tahun 2001 tentang Migas menegaskan:

 

setiap orang yang menyalahgunakan pengangkutan dan/atau niaga BBM bersubsidi dapat dipidana hingga 6 tahun penjara dan denda Rp 60 miliar.

 

 

 

 

Perhitungan kasar keuntungan menunjukkan angka mencengangkan.Jika satu armada modifikasi menampung 1.000 liter sekali pengisian, dan 10 unit beroperasi dua kali sehari, maka 20.000 liter BBM subsidi digelontorkan dalam satu hari.

 

Dengan selisih harga sekitar Rp 6.200 per liter, profit kotor harian mencapai Rp 124 juta,dan miliaran rupiah per bulan masuk ke kantong jaringan pelaku.

 

 

 

 

 

 

 

Ironinya tragis dan memuakkan.Pelaku bergerak bebas di depan mata APH dan regulator.BPH Migas dan Pertamina Patra Niaga belum menunjukkan langkah tegas.

 

 

 

 

SPBU yang diduga terlibat masih beroperasi normal, tanpa audit, tanpa penyegelan.Sementara itu nelayan, petani, sopir angkutan, dan UMKM kesulitan memperoleh solar untuk bekerja dan bertahan hidup.

 

 

 

 

Indonesia darurat mafia BBM subsidi.Pekanbaru—khususnya Tenayan Raya—menjadi episentrum kejahatan ekonomi terorganisir yang merampas hak rakyat.

 

 

 

 

Pertanyaan publik hanya satu, Sampai kapan pembiaran ini terus berlangsung?Media akan mengawal kasus ini sampai ujung paling gelap.Publik menuntut APH bertindak nyata—bukan sekadar bicara.Negara tidak boleh kalah oleh mafia

Komentar Via Facebook :