Diduga Proyek Peningkatan JL. Parit Ban V Menuju Lumahan Tinggi Menggunakan Tanah Urug Tidak Berizin
Jambi
Peningkatan jalan parit ban V menuju Lumahan yang dimenangkan dan sudah dikerjakan PT Putra Jaya Perkasa diduga bermasalah
Proyek yang menghabiskan anggaran senilai Rp 13.700.000.000 ( Tiga belas miliar tujuh ratus juta ) tersebut menggunakan APBD Tanjung Jabung Barat diduga menggunakan Tanah Urug yang tidak memiliki izin
Penimbunan jalan parit ban v menuju lumahan tersebut menggunakan tanah pribadi milik sdr Wajdi warga desa Kelagian bukan tanah urug yang memiliki IUP, hal ini patut dipertanyakan apalagi diduga harga satuan tanah dalam proyek tersebut sebesar Rp 44.000 berbanding terbalik dengan pengakuan pemilik tanah tersebut bahwa tanah dijual dengan harga pertemanan karena permintaan.
Menurut Christian Napitupulu dari koalisi kedaulatan rakyat jambi ( KKRJ ) pemerintah daerah mengalami kerugian dari pajak/ retribusi karena galian C tersebut tidak memiliki izin apapun.
Selain itu penggalian tanah yang tidak sesuai standar teknis dapat menyebabkan longsor atau amblesan tanah di lokasi galian. Hal ini berpotensi membahayakan keselamatan pekerja dan masyarakat sekitar.
Kualitas Tanah yang Buruk
Tanah ilegal seringkali tidak melalui proses pemeriksaan kualitas yang memadai, sehingga bisa mengandung bahan-bahan berbahaya atau tidak memenuhi spesifikasi teknis yang dibutuhkan untuk proyek pembangunan.
Menurut undang-undang yang berlaku, pemerintah yang terlibat dalam penggunaan tanah urug ilegal dapat dikenai berbagai sanksi, antara lain:
1. Sanksi Administratif: Pemerintah daerah yang terbukti menggunakan tanah ilegal dapat dikenai denda administratif yang besar. Selain itu, proyek yang menggunakan tanah tersebut dapat dihentikan sementara hingga permasalahan legalitas tanah terselesaikan.
2. Sanksi Pidana: Kontraktor yang bertanggung jawab atas pembelian tanah ilegal bisa dihadapkan pada sanksi pidana, termasuk hukuman penjara, hal ini terutama berlaku jika terbukti adanya tindakan penyalahgunaan dalam proses pembelian tanah.
3. Tanggung Jawab Sipil: Pemerintah dapat digugat oleh masyarakat atau lembaga swadaya masyarakat (LSM) atas kerusakan lingkungan atau kerugian lain yang ditimbulkan oleh penggunaan tanah ilegal.
Landasan hukum
1. Berdasarkan UU No 3 Tahun 2020 tentang Pertambangan Mineral dan Batubara, Pasal 161 menyatakan bahwa pihak yang menampung, memanfaatkan, melakukan pengolahan dan/atau pemurnian, pengembangan dan/atau pemanfaatan, pengangkutan, penjualan Mineral dan/atau Batubara yang tidak berasal dari pemegang izin usaha pertambangan, izin pertambangan rakyat, izin usaha pertambangan khusus, izin pengangkutan dan penjualan, atau izin usaha pertambangan khusus pengolahan dan/atau pemurnian, dapat dikenai sanksi pidana penjara paling lama 5 (lima) tahun dan denda paling banyak Rp 100.000.000.000 (seratus miliar rupiah).
2. UU No. 32 Tahun 2009 tentang Perlindungan dan Pengelolaan Lingkungan Hidup
Pasal 109: Kegiatan tanpa izin lingkungan dapat dipidana penjara 1–3 tahun dan denda Rp1–3 miliar.
3. Uu No. 2 Tahun 2017 tentang Jasa Konstruksi
Menggunakan material dari sumber ilegal dapat dikategorikan pelanggaran kontrak, etika profesi, hingga sanksi administratif dan pencabutan izin usaha.
Seharusnya pemerintah Tanjung Jabung barat dalam hal ini Dinas PU, Bapenda diharapkan untuk memperketat Pengawasan atau mengoptimalkan pengawasan dan verifikasi legalitas tanah yang digunakan dalam proyek pembangunan, meningkatkan transparansi dalam proses pengadaan tanah, termasuk dengan melibatkan pihak ketiga yang independen tutupnya.(NUR)



Komentar Via Facebook :