Dua Kasus Bunuh Diri Terjadi dalam Tiga Bulan di Desa Wonosari, Psikolog : Pentingnya Kepedulian

Bengkalis — Dalam tiga bulan terakhir, Desa Wonosari di Kecamatan Bengkalis, Kabupaten Bengkalis, dihantui rangkaian kasus bunuh diri yang mengejutkan masyarakat. Fenomena berulang ini menimbulkan keprihatinan mendalam, terutama karena sebagian besar kasus melibatkan warga yang sebelumnya tampak menjalani kehidupan seperti biasa. Kejadian tersebut menjadi sinyal kuat bahwa ada persoalan serius pada kesehatan mental masyarakat setempat.

Psikolog Klinis RSUD Bengkalis, Anugrah Mirabbi, S. Psi., M. Psi.,Psikolog, menjadi salah satu pihak yang menaruh perhatian terhadap situasi tersebut. Ia menilai meningkatnya kasus bunuh diri tidak pernah berdiri dari satu penyebab tunggal. Menurutnya, ada berbagai faktor risiko yang saling berkaitan dan memperburuk kondisi psikologis seseorang hingga akhirnya memicu tindakan ekstrem.

“Faktor pemicunya sangat beragam. Stres dan tekanan hidup menjadi salah satu yang paling umum, entah itu terkait ekonomi, hubungan sosial, atau tekanan lingkungan yang membuat seseorang merasa putus asa,” ungkapnya. Ia menyebut banyak warga yang menghadapi tekanan hidup secara diam-diam, tanpa menyadari bahwa kondisi itu telah memengaruhi kesehatan mental mereka.

Selain stres, Anugrah menyoroti adanya gangguan psikologis tertentu seperti depresi. Ia menjelaskan bahwa kondisi mental yang tidak tertangani dapat meningkatkan risiko bunuh diri secara signifikan. 

"Ada individu yang memang mengalami depresi atau gangguan mental lain, sehingga tingkat risikonya semakin tinggi,” tambahnya. Ia menekankan bahwa gangguan mental bukanlah kelemahan pribadi, melainkan kondisi kesehatan yang harus mendapatkan perhatian.

Kurangnya dukungan sosial dari lingkungan sekitar juga menjadi faktor penting. Banyak kasus yang terjadi didahului gejala perubahan perilaku, namun keluarga atau orang terdekat sering kali tidak menyadarinya. 

"Ketika seseorang tidak mendapatkan dukungan dari keluarga atau justru memiliki masalah internal di dalam keluarga, hal itu memperburuk kondisi psikologis yang sudah rentan,” ujarnya.

Di sisi lain, Anugrah menggambarkan kondisi psikologis masyarakat Wonosari yang pada umumnya sedang berada dalam tekanan. Kecemasan, rasa takut, kehilangan minat, hingga trauma akibat kekerasan atau pengalaman buruk lainnya menjadi beban mental yang diam-diam menumpuk. Kondisi ini, jika tidak ditangani dengan benar, dapat berkembang menjadi masalah serius.

Melihat situasi tersebut, Anugrah menilai masyarakat sebenarnya dapat mengambil peran penting dalam mencegah kasus serupa terjadi. Langkah pertama yang ia tekankan adalah edukasi mengenai pentingnya kesehatan mental. 

"Kesadaran masyarakat perlu ditingkatkan. Jangan sampai orang yang sedang kesulitan malah dirundung atau disebut kurang iman. Itu justru memperburuk keadaan,” tegasnya.

Selain edukasi, ia menyarankan pentingnya membangun sistem dukungan sosial yang lebih kuat di lingkungan keluarga maupun masyarakat. Perubahan tingkah laku seseorang, menurutnya, tidak boleh diabaikan. Empati dan perhatian kecil dari orang terdekat bisa menjadi penopang emosional yang sangat berarti. “Ketika ada perubahan perilaku, kita harus peka, karena itu bisa menjadi tanda seseorang sedang berjuang secara mental,” katanya.

Upaya berikutnya adalah mempermudah akses masyarakat terhadap layanan kesehatan mental. Banyak warga yang membutuhkan wadah untuk bercerita, berkonsultasi, atau mendapatkan penanganan profesional. “Masyarakat harus bisa mendapatkan layanan kesehatan mental, baik melalui fasilitas kesehatan maupun pendampingan psikologis,” jelas Anugrah. Ia berharap pemerintah dan fasilitas kesehatan lebih aktif menyediakan akses tersebut.

Selain itu, Anugrah juga mengingatkan masyarakat agar tidak menyebarkan foto atau video korban di media sosial. Menurutnya, tindakan tersebut tidak hanya melukai keluarga korban, tetapi juga berpotensi memicu trauma baru dan menciptakan ketakutan di tengah masyarakat. “Kalau bisa, jangan sampai video atau foto korban disebar".(er/ep)