Dugaan Kejanggalan di Balik Bungkamnya Humas Polda Riau: Akses Informasi Publik Tertutup Rapat

Pekanbaru — Edisi Kamis, 4 Desember 2025. Upaya konfirmasi resmi tim media gabungan investigasi kepada Kabid Humas Polda Riau, Kombes Pol Anom Karibianto, S.I.K., kembali berakhir buntu dan tak membuahkan jawaban. Sejak awal penanganan kasus dugaan pelanggaran UU ITE yang menjerat seorang ibu rumah tangga berinisial M, tim media telah berulang kali meminta klarifikasi melalui telepon dan pesan WhatsApp mulai tanggal 16 November 2025, kemudian 20 November, 23 November, 27 November, hingga 4 Desember 2025. Namun tidak satu pun dari komunikasi tersebut dibalas. Bahkan setelah pemberitaan meluas dan menjadi sorotan publik, Kabid Humas tetap bungkam.

 

Tim media yang mendatangi Kantor Bid Humas Polda Riau hanya dapat berbicara dengan AKBP Rudi Samosir, Kasubdit Penmas Bid Humas, melalui percakapan WhatsApp. Dalam rekaman percakapan, Rudi menyatakan bahwa dirinya tidak memiliki kewenangan untuk memberikan klarifikasi dan semua keputusan berada di tangan Kabid Humas. Ia berulang kali meminta maaf dan menyampaikan bahwa dirinya hanya dapat mengkomunikasikan pesan kepada atasan. Namun alasan yang diberikan dianggap tidak relevan, sebab permohonan konfirmasi telah diajukan jauh sebelum keberangkatan Kabid Humas ke luar kota. Bagi tim media, ini bukan lagi soal keterlambatan, tetapi bentuk penutupan akses informasi publik yang bertentangan dengan prinsip transparansi institusi negara.

 

Di tengah kebuntuan jawaban, situasi semakin memanas ketika M kembali menjalani wajib lapor di Mapolda Riau setiap hari Kamis. Dengan air mata yang tak mampu ia tahan, M mengungkapkan penderitaan yang ia jalani sejak penahanan dilakukan pada 26 September 2025. Ia harus menempuh perjalanan jauh dari Duri Mandau ke Pekanbaru, meninggalkan dua anak balita, menghabiskan biaya transportasi setiap minggu, dan menjalani tekanan psikis yang melelahkan. “Saya jalani karena menghormati hukum. Tapi saya lelah. Saya merasa tidak adil sejak awal,” ungkapnya terbata-bata.

 

Sebelumnya, keluarga M telah memenuhi panggilan Bid Propam pada Kamis, 27 November 2025, untuk melaporkan dugaan pelanggaran prosedural penangkapan dan penahanan oleh oknum penyidik Ditreskrimsus Polda Riau. Buha Purba, purnawirawan Polri dan mertua M, membeberkan bahwa penangkapan dilakukan menggunakan penyamaran kurir COD Shopee, memiting M di depan dua anak balita tanpa menunjukkan surat penangkapan. Ia menegaskan bahwa keluarga tidak memusuhi institusi Polri, namun meminta penegak hukum menjalankan tugas dengan profesional dan manusiawi.

 

Ganda Simatupang, purnawirawan Polda Riau sekaligus ayah kandung M, mengungkapkan bahwa sejak penahanan dilakukan pada 26 September 2025, keluarga tidak pernah menerima tembusan surat penahanan. Ia menyatakan bahwa hal tersebut merupakan pelanggaran berat terhadap KUHAP dan administrasi penahanan. Keluarga juga membuka fakta adanya dugaan permintaan uang Rp10 juta oleh oknum penyidik untuk penangguhan penahanan. “Saya saksi langsung. Setelah uang itu diserahkan, proses berubah total,” tegas Buha.

 

Saat pemeriksaan Propam, keluarga menunjukkan bukti rekaman percakapan dan chat dari seorang Polwan, adik kandung M, yang menerima instruksi dari IPDA Danriani, S.H., PS Panit 2 Unit 1, untuk mengambil surat penahanan. Pertanyaan besar pun muncul: mengapa surat penahanan yang seharusnya wajib diberikan sejak hari pertama penahanan justru baru diperintahkan untuk diambil dua bulan kemudian, setelah kasus menjadi perhatian publik?

 

Propam menyatakan bahwa mereka tidak bisa memberikan informasi tindak lanjut kasus dan mengarahkan semuanya kepada Bid Humas. Namun Bid Humas justru menutup semua pintu konfirmasi. Ketika Propam diam, Humas membisu, dan Kabid Humas tidak tersentuh komunikasi, lalu kepada siapa publik harus bertanya?

 

Tim media gabungan menyimpulkan bahwa sikap tertutup Bid Humas Polda Riau telah melukai prinsip keterbukaan informasi publik, melemahkan kepercayaan masyarakat terhadap Polri, serta menghambat fungsi kontrol pers yang dilindungi undang-undang. Publik kini menanti langkah tegas Kapolda Riau Irjen Pol Herry Heryawan, S.I.K., M.H., sebagai pimpinan tertinggi Polda Riau, untuk turun langsung menertibkan penanganan perkara yang dipenuhi kejanggalan dan dugaan permainan gelap.

 

Kasus ini bukan hanya persoalan seorang ibu rumah tangga bernama M — ini adalah persoalan integritas, keadilan, dan masa depan kepercayaan rakyat terhadap institusi penegak hukum. Ketika dokumen wajib tidak diberikan, ketika klarifikasi dibungkam, ketika kebenaran ditutup rapat, dan ketika uang berbicara lebih keras daripada hukum, pertanyaan masyarakat semakin menggema: ada apa dengan para penyidik Polda Riau?

 

Investigasi belum selesai — dan kami akan terus mengawal sampai keadilan berbicara.

Komentar Via Facebook :