Tembus Pasar Ekspor Kasur Kapuk Karaban Kini Kesulitan Bahan Baku
Pati :Membacabangsa.co.id-
Belum banyak diketahui bahwa kasur berbahan dasar kapuk UMKM di desa Karaban Kab Pati beberapa tahun belakangan telah merambah pasar luar negeri.Bahan yg alami dg harga yg jauh lebih murah membuat produk ini diminati pasar luar negeri.Kapuk sendiri merupakan buah dari pohon randu yg banyak tumbuh di pulau Jawa.
Akan tetapi lima tahun ke depan, kalau pohon randu tidak dilestarikan, rumah tangga industri kapuk dan kasur di Desa Karaban bakal menemui ajalnya. Padahal ada lebih kurang 5.000 tenaga kerja produktif di Desa Karaban yang bergantung pada kapuk,” kata Supeno, pemilik pengolahan dan pengepakan kapuk UD Causa Prima, asal Desa Karaban, Kecamatan Gabus, Kabupaten Pati
Bagaimana tidak, sebanyak 700.000 pohon randu atau Ceiba pentandra di Kabupaten Pati yang tersebar di sejumlah daerah, sekitar 30 persennya telah ditebang. Alasannya mengganggu jalan, lingkungan sekitar, dan untuk bahan baku furnitur.
Akibatnya mulai 2009, para pengolah kapuk terpaksa harus mendatangkan kapuk dari Jawa Timur, sedangkan perajin kasur terpaksa mencampur kapuk pengisi kasur dengan limbah kapas dari pabrik tenun di Sidoarjo, Jawa Timur, dan Bandung, Jawa Barat.
Dampaknya pasar ekspor kasur ke Malaysia dan Singapura pun terganggu. Beberapa di antaranya menghentikan permintaan kasur, sehingga banyak perajin kehilangan pasar impor.
Supeno mengatakan, satu tempat usaha pengolahan dan pengepakan kapuk membutuhkan 1.760 ton kapuk per tahun. Sementara kebutuhan kapuk yang berasal dari Kudus, Jepara, Pati, Blora, dan Grobogan, hanya bisa dipenuhi 1.110 ton kapuk per tahun.
Sisanya, 660 ton, didatangkan dari sejumlah kota di Jawa Timur, seperti Madiun, Probolinggo, Trenggalek, dan Banyuwangi. Harga kapuk pun naik dari Rp 17.500 per kilogram menjadi 19.200 per kilogram. Padahal harga jual kasur di tingkat lokal tidak naik, tetap Rp 180.000 hingga 200.000 per buah.
”Hal itu menyebabkan modal para perajin naik. Untuk menyiasati agar modalnya pas, para perajin mencampur kapuk dengan limbah kapas dari pabrik tenun,” kata Supeno.
Sementara produksi kapas berkurang, karena jumlah tanaman randu di Pati terus menurun. Pada tahun 2004, jumlah luasan tanaman kapuk mencapai 17.870 hektar dengan produksi mencapai 8.370,71 ton. Produktivitasnya mencapai 554 kilogram per hektar.
Pada tahun berikutnya jumlah lahan produksi turun 1.386 hektar, dan hanya tersisa 16.484 hektar. Berkurangnya luas lahan berpengaruh juga pada jumlah produksi tahun 2005 dengan hanya mencapai 8.344,15 ton.
Pada tahun 2019 luasan tanam kapuk di Pati kembali turun hingga hanya 8.330 hektar. Penurunan itu juga memengaruhi tingkat produksi yang juga turun sebanyak 4134,31 ton.Produksivitasnya hanya 412 kg/hektare.
(Suprianto)


Komentar Via Facebook :