Beri Izin praktek Walikota,Diduga Gubernur Sumbar Tak Faham UU no 23 tahun 2014

PEKANBARU — Ketegangan terasa sejak langkah pertama tim media ini menjejak lantai gedung RSIA Andini di Jalan Tuanku Tambusai, Sabtu (11/10/2025) pagi. Tepat di depan lift rumah sakit, tim media berhadapan langsung dengan sosok yang kini menjadi pusat sorotan publik: dr. Zulmaeta, Sp.OG (K) FM — dokter kandungan sekaligus Wali Kota Payakumbuh.

 

Momen itu terekam jelas dalam video yang diambil langsung oleh tim media. Dengan nada tenang namun tegas, pimpinan kupaskabar.com, Mila, memperkenalkan diri di hadapan Zulmaeta:

 

> “Izin, kita dari media, Pak Dokter dan Pak Wali Kota. Saya Mila, yang kemarin sempat telepon dokter. Ada yang mau kita konfirmasi… terkait jabatan dokter praktik dan Wali Kota Payakumbuh.”

 

 

 

Suasana sempat tegang. “Di mana? Di sini atau gimana, dok?” tanya Mila. Zulmaeta pun menjawab singkat, “Di atas sana,” sembari mengarahkan tim media untuk melanjutkan sesi wawancara.

 

Dalam momen itu, Zulmaeta secara terang-terangan menyebutkan bahwa aktivitas praktik medisnya telah mendapat izin dari Gubernur Sumatera Barat.

> “Saya ini pegawai, kerja 40 jam seminggu. Kalau mau praktik di luar jam dinas, itu boleh. Gubernur pun sudah izinkan,” tegasnya di depan lift.

 

 

 

Pernyataan ini menjadi titik krusial dalam sorotan publik. Aktivitas medis rutin di Pekanbaru, di tengah jabatannya sebagai kepala daerah di luar provinsi, dinilai bersinggungan langsung dengan tugas dan tanggung jawab seorang pejabat publik.

 

Berdasarkan Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2014 tentang Pemerintahan Daerah, kepala daerah dilarang merangkap jabatan, meninggalkan wilayah tugas tanpa izin, atau menyalahgunakan wewenang demi kepentingan pribadi atau kelompok.

 

“Bapak kan Wali Kota, pejabat publik, digaji oleh negara. Bapak buka praktik di luar, itu melanggar aturan. Bapak harusnya fokus memperhatikan masyarakat kota Bapak,” ucap tim media dengan nada tegas.

 

Pernyataan Zulmaeta bahwa dirinya telah mendapat izin dari Gubernur Sumbar justru mempertebal sorotan tajam publik. Praktik ganda pejabat publik bukan sekadar persoalan administratif, melainkan menyangkut etika jabatan, integritas pelayanan publik, dan kepercayaan masyarakat terhadap negara.

 

Pasal 76 dan 77 UU 23/2014 dengan tegas menyebutkan, pelanggaran terhadap larangan tersebut dapat berujung pada teguran tertulis, pemberhentian sementara, hingga pemberhentian tetap oleh Menteri Dalam Negeri atau Presiden jika terbukti berat.

 

Pertanyaan publik kian tajam:

— Apakah seorang Wali Kota diperbolehkan rutin berpraktik di luar domisili pemerintahan?

— Bagaimana pengawasan pusat terhadap praktik ganda pejabat publik?

— Apakah izin gubernur dapat membenarkan praktik lintas provinsi di luar wilayah kerja?

 

Pertemuan langsung ini menjadi momen krusial bukan hanya bagi masyarakat Payakumbuh, tetapi juga bagi pemerintah pusat untuk menguji konsistensi hukum, etika jabatan, dan pengawasan aparatur negara.

 

Sorotan ini bukan sekadar tentang praktik pribadi seorang dokter, tetapi tentang pengabdian penuh kepada negara, transparansi, dan kepatuhan terhadap aturan main yang berlaku. Publik kini menanti langkah tegas dan jawaban terang. Dalam konteks transparansi pemerintahan, diam bukan pilihan — publik berhak tahu.

 

Redaksi Investigasi Nasional

Tajam — Tegas — Lugas — Berani Bicara Kebenaran!

Komentar Via Facebook :